Negara Tidak Boleh Berbisnis dengan Rakyatnya

07-02-2018 / KOMISI IX
F-PDI Perjuangan

/Foto:Azka/Iw]

 

Anggota Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning menegaskan kepada Menteri BUMN serta para Pimpinan dan Direksi BUMN agar memberikan hak layak kerja, layak upah, dan layak hidup kepada pekerja. Menurutnya perusahaan negara tidak boleh mengurangi hak-hak pekerja, terlebih lagi para pemangku kepentingan yang tak kunjung menyelesaikan masalah buruh alih daya atau outsourcing.

 

Sampai saat ini, papar politisi itu, masih ada persoalan dalam praktik outsourcing di BUMN. Misalnya, pekerja outsourcing dikontrak berulang-ulang bahkan ada yang sampai belasan tahun dan dipekerjakan pada pekerjaan inti. Alih-alih mengangkat pekerja outsourcing menjadi tetap, perusahaan outsourcing dan BUMN yang bersangkutan malah melakukan PHK. Padahal, menurut Ribka, sesuai dengan undang-undang yang berlaku, negara berkewajiban memberikan pekerjaan kepada rakyatnya dengan rasa aman dan nyaman.

 

“Persoalannya, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 jelas bahwa negara berkewajiban memberikan pekerjaan kepada rakyatnya dengan rasa aman dan nyaman. Lha ini perusahaan negara saja tidak bisa melindungi rakyatnya, memberi pekerjaan kepada rakyatnya. Masak masih ada outsourcing sampai lima tahun, aturannya 6 bulan diperpanjang, dua kali 6 bulan, setelah itu harus diangkat. Itu perintah Undang-Undang nomor 13 tahun 2003,” papar Ribka saat rapat dengan Pimpinan Direksi BUMN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2/2018).

 

Ia menyayangkan perusahaan negara namun tidak patuh pada aturan negara. “Nah kalau perusahaan negara tidak patuh dengan itu, bagaimana dengan yang swasta. Kalau urusannya untung atau rugi, negara itu tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya, tidak boleh. Kalau tidak sanggup lebih baik mundur saja,” tandas Ribka. 

 

Hampir tiga tahun lebih proses tindaklanjut atas rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Outsourcing BUMN mangkrak. Dalam hal ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Ketenagakerjaan, dan perusahan-perusahaan BUMN enggan melaksanakan rekomendasi tersebut. Akibatnya, permasalahan outsourcing BUMN tidak mengalami kemajuan penyelesaian berarti.

 

Ribka yang selalu lantang membela hak-hak buruh mengatakan, permintaan buruh tidaklah berlebihan, bagi para buruh pemenuhan hak normatif itu sudah cukup baginya. “Untuk buruh itu yang layak kerja, layak upah, layak hidup, tiga ini mana? Permintaan buruh enggak muluk-muluk. Yang penting cukup sejahtera, hak normatifnya dikasih, enggak pernah dia nuntut-nuntut yang berlebihan,” jelas politisi asal dapil Jawa Barat itu. 

 

Hak Normatif untuk seorang Pekerja, adalah semua hak pekerja yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan yang berlaku, yaitu Pasal 93 ayat 2,3,4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Termasuk dalam hak normatif Pekerja adalah hak-hak yang juga diatur dalam Surat Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama atau Kesepakatan Kerja Bersama. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Praktik Pemerasan Perusahaan Ganggu Iklim Usaha dan Pertumbuhan Ekonomi
22-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyesalkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel yang...
Balita Meninggal Cacingan Akut, Legislator Dorong Evaluasi Total Perlindungan Sosial dan Kesehatan
22-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyampaikan keprihatinannya atas meninggalnya seorang balita di Sukabumi dalam...
Netty Aher: Akses Kesehatan Dasar Harus Jangkau Seluruh Lapisan
21-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher, turut menyampaikan duka cita mendalam atas...
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...